Thursday 30 October 2008

Mandikan Aku Bunda






Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Ranisemakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.

Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.

''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya.

Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini. Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap.

Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang Oleh-Nya. Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpankomitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja.Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.

Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja. Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di
atasnya.

Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
-- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
-- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akanmasih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada. -- Pelajaran yang sangat berharga.

Tuesday 28 October 2008

Notaris .. Profesi Yang Hampir Aq Abaikan !!!



Dulu ketika memasuki ujian akhir SMA, baru terasa bahwa ada kehidupan lain yang telah menunggu didepan …. Masa-masa remaja akan dilewati, dan di sana telah menunggu ambang kedewasaan dengan semua tantangan hidup.

Dan sejak akhir SMA pula, aku mulai menyusun rencana-rencana ke depan, tentang kuliah dan karir, terus terang, saat itu belum terpikir tentang suaatu kehidupan pernikahan. Menunggu hasil UMPTN merupakan hal yang mendebarkan … apalagi dengan gagalnya aku masuk ke STAN waktu itu. Membayangkan kakakku kuliah di UNPAD, sepertinya ok banget!! Ga terlalu nyusahin orang tua dengan biaya kuliah yang pada saat itu hanya Rp. 60.000,- per semester, disbanding perguruan tinggi swasta, hitungan sudah per sks, belum lagi uang masuk yang berjuta-juta. Alhamdulillah akhirnya aku bisa masuk UNPAD di Fakultas Hukum tahun 1990.

Perjalanan dimulai, menargetkan diri sendiri untuk selesai kuliah sebenarnya tidak susah, semua dikembalikan ke diri masing-masing. Waktu itu, standar kelulusan S1 adalah 5 tahun, pelan tapi pasti aq targetkan dalam diri, bawa aq mesti kelar minimal 4 tahun. Allah memberiku berkah yang tidak terkira, aq bisa lulus di tahun 94, kelulusan gelombang pertama di angkatanku.

Dulu, aq ingin sekali menjadi hakim.. tapi papap kurang setuju aku terjun di bidang itu. Papap menyarankan aku bisa jadi notaries, biar bisa buka kantor sendiri, sekalian urus anak-anak… Benar juga, so… aq targetkan diri untuk memasuki kuliah notariat setelah S1 ku selesai. Oktober ‘94 aku diwisuda, siapa sangka ternyata pada tahun yang sama di Bulan Desember aku memasuki kehidupan pernikahan, usiaqu waktu itu masih 22 tahun  Pernikahan melupakan apa yang menjadi targetku untuk memasuki kuliah di notariat. Tahun ’95 masuk Program Notariat di UNPAD. Meski agak ‘lelet’ karena diseling cuti melahirkan, aku bisa menyelesaikan notariatku dengan gelar Spesialis I (gelar baru ini keluar pas aq lulus notariat, sebelum dengan gelar Candicat Notaris, CN).

Allah memang Maha Kuasa … Dalam diri, aq menargetkan bahwa aq harus bisa jadi notaries pada usia setelah 35 tahun … he… sekarang udah 36 tahun, tapi ga berarti lewat target. Kondisi kantor memang membuatku agak ‘melupakan’ apa yang jadi cita-citaku dulu .. kondisiqu sekarang lebih memberikan peluangku untuk mencapai target yang sempat tertunda. Allah membuka pikiranku setelah usia itu … Ga ada salahnya memulai dari sekarang, mencoba belajar lagi, mulai rajin cari perundang-undangan, mencari info dari teman-teman yang sudah terlebih dahulu menjadi notaries. Banyak pengalaman-pengalaman mereka yang harus aq telaah dan pelajari kembali.

Sekarang, aq harus kembali merencanakan kehidupanku, - dulu, kuliah dan karir -, karir, anak-anak, masa depanqu dan anak-anak. Lebih menantang nh kayaknya ..  But.. where do I begin ????

Dimulai dari TITIK NOL ……Semoga Allah swt memberiku kemudahan untuk menjalani , HE KNOWS WHAT THE BEST OF ME ..

Monday 27 October 2008

Share Untuk Para Executive Secretary - - Be an Executive Management !!




Dalam dunia karir dewasa ini, background pendidikan seseorang tidak selalu menjamin akan mendapat pekerjaan yang sesuai dengan background mereka. Dalam perkembangan dunia kerja, hanya beberapa gelintir saja yang bisa mewujudkan harapannya untuk bekerja sesuai dengan bidang dan tempat yang diharapkan. Namun di samping itu, tidak sedikit juga orang-orang yang bekerja di luar background pendidikan mereka menjadi orang-orang sukses dan terkenal.

Semua factor sangat mempengaruhi kondisi itu, seperti (i) orang sunda bilang, jodo, pati, bagja, cilaka itu ada di tangan Allah, manusai hanya bisa merencanakan apa yang mereka harapkan, namun Allah yang menentukan apa yang menjadi kehendakNya. (ii) Bakat atau talent. Dalam perjalanan, manusia sering tidak sadar apa sebenarnya yang menjadi bakat atau talent dalam dirinya dan dalam perjalanan waktu akan menemukan bakat tersebut. Di sini pendidikan hanya sebagai bagian jenjang formal untuk memenuhi ego dari berpihak-pihak. Lain halnya apabila bila dia tahu apa bakat dan kemampuan dalam dirinya, dia akan mengasahnya sedemikian rupa hingga dia bisa jadi apa yang dicita-citakannya; (iii) Keinginan dan kemampuan. Keinginan untuk belajar sesuatu hal yang baru dan kemampuan diri yang bisa membantu mewujudkan keinginannya dengan kegigihan dan ketekunan, dengan disertai kesempatan yang datang pada mereka; (iv) pada akhirnya mereka menjadi terbiasa dan lebih menguasai bidang di luar background pendidikannya.

Apa yang diuraikan dalam uraian di atas, terjadi dalam perjalanan karirku. Siapa yang sangka kalau aq akan masuk dalam kehidupan kesekretariatan selama 13 tahun ini ??? Berawal untuk mengisi waktu sambil kuliah notariat, dengan bergabung di lembaga non profit ICMI dan CIDES hingga akhirnya bisa memahami dan menguasai bidang manajemen perusahaan. Mungkin faktor ‘siapa yang menjadi pemimpin’ yang bisa memberikan kesempatan bagaimna kita bisa memperluas pandangan, wawasan dan network dalam pekerjaan.

Ini satu keberuntungan dalam hidupku, aku berada di lembaga-lembaga dan perusahaan-perusahaan yang mampu memberikan integritas dan mengembangkan pontensi diri yang tidak ada hentinya. Kesempatan yang diberikan begitu besar dan harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Ga kebayang bagaimana aku bisa mengatur agenda, membuat schedule perjalanan dinas, membuat agenda surat, filing, keep dokument, surat menyurat formal dan non formall, bikin minuta meeting, mengelola kas kecil n bikin laporannya, dan lain-lain. Ga ada tuh pelajaran waktu aku kuliah  Ternyata ga sesulit yang aq bayangkan, malah boleh dibilang ringan-ringan aja. Yang diperlukan adalah keluwesan dan kreativitas.

Hal-hal yang penting diperhatikan bagi seorang sekretaris junior : (i) smart dan cerdik. Bisa mengambil satu resiko dan keputusan dengan bijak dalam kondisi sesulit apapun; (ii) kerapihan. Ga cuma pakaian, tapi urusan meja sangat perlu diperhatikan. Jangan meninggalkan satu lembar kertas yang tersisa di atas meja pada saat meninggalkan meja itu; (iii) rahasia. Menjaga rahasia kantor maupun rahasia atasan. Bagian yang kedua tadi, adalah kode etik yang tidak tertulis  (iv) mau belajar. Banyak perkembangan yang terjadi di lingkungan kita, teknologi, sosial, serta informasi lainnya. Usahakan membaca berita setiap hari. (v) bikin data base setiap telepon yang dihubungi dan mengubungi; (vi) miliki satu buku notes untuk catatan gado-gado  (vii) bikin satu format agenda yang dikuasai, paling gampang pake microsoft outlook (viii) kerja sama dengan biro perjalanan yang bisa ‘diutangin’  (ix) belajar untuk bikin laporan keuangan sederhana; (x) bersikap luwes dan pintar beradaptasi. Sesuaikan sikap dalam menghadapi orang yang berbeda… sebenarnya masih banyak lagi..  

So.. seorang junior bisa berkembang menjadi seorang senior hingga menjadi center point satu perusahaan. Faktor loyalitas dan kepercayaan perusahaan sangat berpengaruh dalam peningkatan karier. Kematangan berpikir dan kebijakan bersikap memberikan nilai tambah dalam pergaulan. Ups …dari mulai kepompong akhirnya menjadi kupu-kupu cantik ..