Sunday 24 January 2016

Secarik kertas, “Dulu dan Hari ini …..."



"Andai Aku Bisa
Memutar kembali 
Waktu yang tlah berjalan
Tuk kembali bersama, didirimu slamanya….”

Lagu itu mengalun lembut diantara gerimis, dingin menusuk.  Matanya memandang ke satu wajah didepannya yang tertunduk dengan gelisah.  Gabe menarik jemari lentik dihadapannya dengan lembut.
“Jadi itu keputusannya ?”
Wanita itu mengangkat muka, dan memandang sayu.
“Iya, semua sudah aku putuskan, dan tak lama lagi aku tidak akan terbelenggu lagi." 
“Jadi apa rencananya ? “
Wanita itu menarik nafas panjang. “Entahlah…”
“Sebenarnya aku sudah mendengar tentang ini, aku hanya ingin meyakinkan apa yang aku dengar.”  Gabe menyandarkan badan di sofa, tetap memandangnya.
“Maaf aku tidak bicarakan lagi sebelumnya, aku hanya tidak ingin mengganggu pekerjaanmu.”

Sekarang Gabe yang menarik nafas perlahan, ini sebenarnya yang dulu diinginkan. Dengan segala konsekuensinya. Satu sisi, banyak yang akan terjadi dan banyak yang harus dihindari.  

Wanita itu Wina, bertahun-tahun hadir dan menghilang sosoknya. namun selalu ada dalam diri dan tidak pernah hilang. Berjuta harapan pernah dan masih ada. 
Sekarang, hadir dengan pernyataan yang pernah diharapkan, namun tidak sekarang bahkan kalau boleh jangan pernah terjadi. 

Wina menatap lekat, “Kamu ga suka ?” 
Gabe menggeleng, “Apa aku masih bisa menolak ? Yang aku pikirkan adalah banyak yang harus kita persiapkan, banyak waktu untuk kita bicarakan, dan akan banyak pertemuan” 
“Ya, akan banyak pertemuan.’’
“Betul, itu pointnya. Waktuku tak banyak disini dan tak mungkin aku kembali kesini.”
“Gabe, aku tahu waktumu banyak disini, bantu aku.”
“Aku hanya tidak ingin terbelenggu antara perasaan dan pekerjaan.”
Wina terdiam. 
“Aku yakin kamu bisa, aku bisa bantu untuk sementara waktu. Aku tidak siap menghadapi ini” 
“Waktu berjalan Gabe, waktu yang telah merubahnya.” 
“Beri waktu aku berpkir.” Gabe berdiri dan melangkah, meninggalkan seseorang yang pernah diharapkannya.

***

Dulu, Dia hadir begitu tiba-tiba, dengan sosok yang begitu anggun, seakan tanpa cela. Dan kami berjalan dan berlalu dengan penuh cerita. tanpa arah. Masih ingat bagaimana awal  bersama ? Masih ingat bagaimana berjalan dengan menutup diri dari sekeliling ? Satu cerita  menjadi suatu misteri, dari dulu hingga kini. 

Gabe terduduk di depan laptop dengan pikiran berkecamuk. Pertemuan akhir-akhir ini membawa dirinya dalam kenangan yang tidak pernah berhenti, dan tidak berakhir.  Beban berat terasa menyesak dada, menoreh luka dan sekaligus mendatangkan asa. Kejadian hampir setahun ini, membuka kembali coretan-coretan tulisan yang tersimpan rapi, yang tak pernah ingin dibuka kembali, disana sejuta cerita tersimpan, hanya untuknya dan Wina. 

Wina tak pernah tahu, begitu banyak tulisan yang dibuatnya hanya untuk mengenang seorang bernama “Wina”. Dari cerita dengan sejuta keceriaan, kekosongan, luka dan tak berharap, semua ada di sana. Gabe mengerti apa yang terjadi, tak pernah sedikitpun untuk memberikan satu harapan diri untuk bisa mengulang apa yang telah terjadi. Semuanya sudah tertutup, meskipun kadang terkuak  kembali, tanpa diduga. Dan semua terjadi dan waktu ke waktu. 

Satu rencana jarang sekali terjadi seperti yang diinginkan, namun yang tak direncanakan seringkali terjadi dan mengulang cerita walau sesaat.  Mencoba untuk meninggalkan semuanya pernah dicoba hinga beberapa waktu terputus, tanpa bicara, tanpa kabar, dan tanpa temu. Mencoba mengelakkan semua cerita tentangnya tak pernah henti, namun kesempatan selalu ada, datang bukan dari diri, tapi dari yang lain. Dan akhirnya mengetahui, mendengar, hingga berakhir dengan pertemuan kembali. 

"Ada apa denganku ? Sampai kapan akan begini ?” Pikir Gabe. 
Pertemuan seminggu yang lalu, seolah memberikan setitik harapan baginya, tak direncanakan, dan terjadi. Kesempatan untuk bisa berkomunikasi dan bertemu lebih besar, dan tak terelakkan. Perubahan sudah dirasakan, ada beberapa orang yang memperhatikan, dan beberapa pendapat sudah memastikan bahwa akan terjadi satu kebersamaan walau untuk urusan lain. 

Membuka cerita dari awal, seolah menapaki waktu sepuluh tahun yang lalu. Dimana semua berawal dari sana  sebagai cerita yang tidak pernah berakhir,  hingga kini. Meskipun diyakini, entah apa yang dirasakan Wina sekarang, setelah sepuluh tahun berlalu. 

Dear Wina, ada luka yang tak pernah kau tahu telah kau toreh di sini …..

Sosok Wina sudah banyak berubah. Lebih dewasa dan matang. Berada di sekeliling, bisa membuatku tidak bisa membuat lelucon kecil dihadapanmu. Dan itu bisa membuat lebih menjaga semua perkataanku. Itu sangat berubah.  Ada rasa sedikit kehilangan tentang sosok yang dulu, meskipun masih terasa kehangatan pada setiap tatapannya, masih menggetarkan, namun tak dapat diraih kembali.

Ingat lagu itu, Wina ? Lagu kita. Tiba-tiba terdengar  tanpa sengaja, dan ingin didengar lagi. Lirik demi lirik menunjukkan apa yang kita alami, dalam satu realita, dari dulu. 

***

Hari ini,

Gabe menarik secarik kertas dan mulai menulis …

“Hari ini aku masih merasakan apa yang pernah aku rasakan terhadapnya.  Tak dapat dipungkiri, masih kurasakan kerinduan akan kebersamaan yang pernah kami alami. Begitu indah dan mendebarkan.  Masih ada keinginan untuk bisa bersama, … selamanya ? Itu mungkin harus aku kikis habis dalam pikiran dan hatiku. Berpikir seperti itu akan menoreh luka diri yang tiada henti. 
Sinyal yang diberikan  telah mengarah, diantara waktu-waktu yang akan kami lalui, menutup diri dari sekeliling. Lagi ??? 

Aku sudah cukup lelah, dan ingin semua cerita berakhir, seperti ceritaku. Entah bagaimana akhirnya … Namun kelelahanku sudah cukup, aku ingin menapaki dengan suatu keputusan akhir, dan tidak pernah berubah, dengan segala konsekuensinya.  Sanggup ? Aku harus sanggup.  
Satu kesempatan sudah dimulai, aku berhitung dari hari ini, semua akan berubah pada bulan ke dua sesudah hari ini, seperti dulu. Seperti dejavu yang terbaca, berulang, dan berulang. 

Dear Wina, masih ingat akan permintaanmu dulu yang aku tolak ? Pernah aku sesali tentang itu, mungkin sampai sekarang pun aku sesali. Dan aku menepis semuanya, dan berharap kamu lupa  permintaanmu karena dengan atau tanpa  itu, tetap akan menjadi satu cerita yang sama seperti sekarang. 

Dear Wina, ingat lirik terakhir  yang kau kirim dari lagu itu  ?

"Dan aku tak punya hati
Untuk menyakiti dirimu
Dan aku tak punya hati tuk mencintai
Dirimu yang selalu mencintai diriku
Walau kau tahu diriku masih bersamanya …"

Tahukah kamu, karena itulah cerita kita tidak pernah berakhir….

***